Halaman

Om Swastyastu,

Semoga artikel dibawah ini bisa membantu menambah ilmu dan pengetahuan saudara.

Selasa, 25 Januari 2011

TRADISI OMED-OMEDAN

             Tradisi omed-omedan adalah tradisi kuno di bali sejak tahun 1900-an dan sampai sekarang masih rutin dilaksanakan pada hari Ngembak Geni (sehari setelah hari raya Nyepi). Warga setempat mempunyai keyakinan bahwa tradisi ini merupakan tontonan untuk Ida Bhatara/Dewata, sehingga pelaksanaannya dapat mendatangkan berkah dan apabila tidak dilaksanakan dalam kurun waktu setahun maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan..  Jika di artikan dalam bahasa Indonesia kata omed-omedan berarti tarik menarik, tradisi med-medan berawal dari jaman kerajaan di bali, dikisahkan Saat itu, masyarakat Puri Oka, sebuah kerajaan kecil di Denpasar selatan, menggelar permainan omed-omedan alias saling tarik-menarik antara kelompok pemuda dan pemudi. Saking serunya, acara tarik-menarik itu berubah menjadi acara saling merangkul dan situasi berubah gaduh karenanya. Raja yang saat itu sedang sakit pun marah besar.Dengan terhuyung-huyung beliau keluar hendak menghardik warganya. Namun, begitu melihat adegan itu, tiba-tiba sakit Sang Raja mendadak sirna dan ia pun sehat seperti sediakala. Raja lalu mengeluarkan titah agar omed-omedan dilaksanakan tiap tahunnya. Begitu diselenggarakan lagi, giliran Pemerintah Kolonial Belanda yang terusik melihat upacara itu. Belanda melarang ritual itu, namun warga yang taat tidak menghiraukan larangan itu. Acara ciuman massal itu pun berlangsung.

            Tidak semua masyarakat Bali, bahkan masyarakat Sesetan Kaja sendiri, menyukai tradisi ini. Pernah pada 1970-an para sesepuh banjar memutuskan agar acara ini ditiadakan. Namun, tak lama berselang, di pelataran Pura Desa terjadi perkelahian yang amat seru dua ekor babi, setelah kedua babi tersebut terluka parah dan keduanya menghilang begitu saja. Akhirnya dari berbagai sumber dapat diketahui bahwa hal itu terjadi karena dihentikannya tradisi Omed-omedan tersebut. Dan akhirnya sampai sekarang tradisi ini masih dijaga oleh warga Banjar Sesetan.

            Peserta omed-omedan adalah sekaa teruna-teruni atau pemuda-pemudi mulai dari umur 17 tahun hingga 30 tahun atau yang sudah menginjak dewasa namun belum menikah. Sebelum tradisi omed-omedan berlangsung peserta melakukan prosesi persembahyangan di Pura Desa setempat. Tradisi ini dilaksanakan di sepanjang jalan raya Banjar Sesetan dan diikuti oleh kelompok muda-mudi Banjar setempat. Kelompok ini dibagi menjadi dua yaitu kelompok putra dan putri, setiap kelompok beranggotakan sekitar 50 orang.
            Histeria ciuman dalam tradisi "Omed Omedan" khas Banjar Kaja, Desa Adat Sesetan, Kota Denpasar, Bali, disambut riuh oleh ribuan masyarakat sekitar bersama wisatawan asing maupun domestic.
"Omed Omedan" yang dilaksanakan sehari setelah Hari Raya Nyepi, Rabu petang, menjadi ajang yang dinantikan para lajang Banjar Kaja dan atraksi yang merupakan bagian dari ritual dusun tersebut, tak terdapat di wilayah lain di Bali.
Saat itu para pemuda dan pemudi yang masih lajang dan telah diseleksi panitia, secara acak kemudian  melakukan adegan berpelukan dan berciuman dengan dilihat ribuan orang.
Di depan penonton, termasuk undangan kehormatan Wali Kota Denpasar bersama pejabat lainnya, seorang wanita peserta Omed Omedan yang mendapat giliran, dipanggul ramai-ramai dari salah satu sisi di tengah Jalan Raya Sesetan, Denpasar.
Kemudian dari arah berlawanan, juga dipanggul seorang pria peserta, hingga keduanya bertemu dan saling berangkulan, berpelukan dan berciuman.
Saat mengetahui calon "pasangannya" bukan orang yang dikehendaki itulah kemudian si wanita ataupun pria, spontan teriak histeris dan mulai mempersiapkan "kuda-kuda" dengan membungkuk agar sulit dicium dan terhindar dari ciuman bibir.
Demi memisahkan "pergulatan" keduanya dalam tradisi yang unik itu, panitia kemudian menyiram dengan air menggunakan ember maupun semprotan.
Tradisi ini memiliki manfaat yang positif. Disamping melestarikan nilai-nilai tradisi juga dapat mempererat tali persaudaraan antar warga Banjar Sesetan. Dan tidak sedikit pula muda-mudi setempat mendapatkan jodoh setelah mengikuti ritual ini.

1 komentar:

  1. Mengapa omed-omedan sekarang berubah dan dibiaskan menjadi Diman-dimanan. Ini dapat melemahkan keyakinan kita akan kebenaran leluhur. Semua harus dikembalikan ke cara yg lurus seperti yg diajarkan oleh leluhur bukan memodifikasi tradisi untuk kepentingan hiburan dan kesenangan semata yg justru menodai nilai agama dan budaya

    BalasHapus